Agar Kesalahan Menjadi Pintu Kebaikan

Rabi’ bin Hutsaim, seorang tabiin yang terkenal memiliki sikap selalu membersihkan jiwa mengatakan, “Seandainya manusia itu tahu tentang aibnya sendiri niscaya tak ada orang yang akan mencela diri orang lain.” Suatu ketika ia pernah ditanya seorang sahabatnya, “Wahai Abu Yazid –panggilan Rabi’- mengapa engkau tidak pernah mencela orang lain?” Ia menjawab, “Demi Allah, jiwaku saja belum tentu diridhai Allah lalu untuk apa aku mencela orang lain? Sesungguhnya banyak manusia yang takut kepada Allah karena melihat dosa-dosa yang dilakukan oleh orang lain. Tetapi tidak sedikit di antara mereka yang seperti tidak merasakan hal itu dengan dosa yang ia lakukan sendiri.” (Tabaqat Ibnu Sa’ad, 6/168)

Saudaraku,
Siapa di antara kita yang kuat menahan malu, andai kita tahu daftar kesalahan, kedurhakaan, kemaksiatan, dan pelanggaran yang kita lakukan? Siapa di antara kita yang mampu menahan rasa hina yang tiada tara, jika saja kita mengetahui catatan perilaku buruk dan dosa yang telah kita lakukan? Hidup yang sudah kita lalui singkat. Dua puluh, tiga puluh, atau empat puluh tahun? Tapi siapa yang kuat menahan penyesalan akibat keburukan dan dosa yang kerap kita lakukan berulang-ulang?

Saudaraku, mari perbaharui taubat,
Mari perbanyak istighfar dan permohonan ampun pada Allah swt. Rasulullah menggambarkan, sebuah dosa seperti noda hitam di dalam hati. Kian banyak noda hitam itu, maka hati menjadi hitam legam, kelam. Sinarnya bukan hanya redup, tapi gelap. Cahayanya tertutup oleh titik-titik noda yang menjadikannya tak mampu lagi memandang dan menimbang kebenaran. “Bila seseorang melepaskan diri dari dosa, beristighfar dan bertaubat, hatinya akan cemerlang seperti semula. Dan bila ia mengulangi perbuatan dosa maka noda hitam itu akan bertambah hingga meliputi hatinya. Allah swt berfirman, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (HR. Turmudzi).

Mirip dengan hadits dan firman Allah tadi, Hasan Al Bashri menyebutkan bahwa ketaatan itu identik dengan cahaya batin dan kekuatan fisik. “Kebaikan itu memberi cahaya dalam hati, melahirkan kekuatan bagi tubuh. Sementara keburukan akan menggelapkan hati dan melemahkan tubuh, serta mempengaruhi terhadap rezeki,” ujar Hasan Al Bashri. Ia kemudian mengutip sebuaj sabda Rasulullah saw, “Seseorang dihalangi rezekinya karena dosa yang ia lakukan.” (HR. Ibnu Majah).

Saudaraku,
Meski begitu, kemaksiatan bukan akhir dari segalanya. Melakukan dosa tak berarti kejatuhan yang tak mungkin pelakunya bangkit kembali. Inti pesan yang ingin disampaikan dalam hadits dan perkataan Hasan Al Bashri tadi adakalah , ajakan utnuk mengulang-ulang dan memperbaharui taubat. Iamam Ibnul Qayyim pernah menguraikan panjang, betapa kesalahan dan dosa yuang diperbuat oleh Nabiyullah Adam as hingga ia diturunkan dari surga ke bumi, ternyata membuka banyak hikmah dan karunia Allah kepada Adam dan keturunannya. Dalam kitab Al Fawaid, Ibnul Qayyim menulis bahwa syaitan yang dengki gembira dengan jatuhnya Adam dan Hawa ke lembah dosa dan terpeleset dari surga. Tapi sesunggguhnya keluarnya Adam dan Hawa dari sutga menyebabkan ia melahirkan banyak karunia Allah kepadamanusia karena kemudian lahir anak cucu yang kelak menjadi khalifah di muka bumi. Bahkan ada hadits Rasulullah yang menyebutkan, “Dan demi dzat yang di diriku ada kekuasaan-Nya, jika kalian tak melakukan dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kalian lalu akan mendatangkan kaum lain yang akan berdosa, kemudian mereka bertaubat dan Allah menerima taubat mereka.” (HR. Muslim)

Ibnul Qayyim setelah itu, memberi komentar sangat indah bahwa ketika Adam dikeluarkan dari surga karena kesalahannya, tidak berarti Allah tidak memperdulikannya. Allah tetap memelihara keturunan Adam dan anak cucunya. Karena selanjutnya Allah pun tetap menjadikan surga untuk Adam dan anak cucunya yang beriman dan taat kepada Allah swt, selama-lamanya. Jadi, dikeluarkannya Adam dari surga seolah hanya sementara waktu untuk menyempurnakan bangunan surga itu sendiri. Sama seperti manusia yang ingin melakukan renovasi tempat tinggal lalu ia harus keluar dari rumah itu sementara dan kembali lagi. Tulis Ibnul Qayyim rahimahullah.

Ibnul Qayyim juga menggarisbawahi bahwa meski dengan segala keutamaan yang Allah berikan kepada Adam, tapi Adam tetap menyadari dan kembali kepada Allah, memohon ampun terhadap kemaksiatan yang dilakukannya. Karena itulah, Nabiyullah Adam as, yang disebutkan dalam Al Qur’an berbunyi, “Ya Rabb kami, kami telah mendzalimi diri kami sendiri dan jika Engkau tidak memberi ampun kepada diri kami niscaya kami menjadi orang-orang yang merugi….” Kesalahan telah membuat Adam merasakan kedekatan dan ketergantungan luar biasa kepada Allah swt.

Saudaraku,
Demikianlah. Kemaksiatan dan dosa, ternyata bisa saja menjadi pintu kebaikan bagi pelakunya. Syaratnya hanya satu, yakni perbaharui taubat. Pintu kebaikan ada di mana saja. Termasuk di hadapan pelaku kemaksiatan. Jangan mencela berlebihan perilaku maksiat yang dilakukan oleh orang lain. Karena mungkin saja di lain kemaksiatan itu ternyata melecut pelakunya untuk melakukan keshalihan yang bisa jadi kita sama sekali tidak mampu melakukannya.

Tinggalkan kemaksiatan, sesali dosa, perbaharui taubat, jangan biarkan diri hanyut dalam nikmatnya ayunan kesalahan. Ingat saudaraku, jika kita ikhlas, Allah pasti akan menggantikan kenikmatan dosa yang kita tinggalkan dengan sesuatu yang lebih indah dan nikmat sejak di dunia, terlebih di akhirat. Dengarkanlah perkataan yang diucapkan Ibnu Sirin, seorang tokoh ulama di zaman Tabi’in yang terkenal memiliki kepekaan spiritual di zamannya. Ia mengatakan, “Tidak ada seorang pun yang meninggalkan suatu keburukan yang ia rasakan nikmat, hanya karena Allah, kecuali ia pasti akan menemukan gantinya dari Allah swt…”

Atau perhatikanlah sabda Rasulullah saw, “Barang siapa yang memalingkan pandangan dari sesuatu yang haram, maka Allah akan berikan satu titik cahaya dalam hatinya…”

Saudaraku,
“Semoga Allah merahmati hamba yang berkata pada jiwanya, ‘Bukankah kamu telah melakukan ini? Bukankah kamu telah melakukan ini?’ Lalu ia mengikat jiwanya bahkan memukulnya, dan setelah itu ia mengurung jiwanya untuk selalu taat sesuai perintah Allah sampai ia menjadi komando bagi jiwanya dan bukan sebaliknya dikomando oleh nafsunya.” Begitu ucapan Malik bin Dinar.

Tengadahkan tangan saudaraku, kita sama-sama berdo’a: “Ya Allah, jadikan kondisi rahasiaku lebih baik dari kondisi lahirku. Dan jadikanlah kondisi lahirku itu baik. Jadikanlah batinku lebih baik dari lahirku. Dan jadikanlah lahirku baik. Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari menganggap diriku besar, tapi Engkau menganggapku kecil… Ya Allah, aku berlindung dengan ridho-Mu dari kemarahan-Mu.. aku berlindung dengan maaf-Mu dari azab-Mu….

Post a Comment